Jika
Karya: Suluh W. Yakti
Hari jum’at tanggal 07 Juli 2017 pukul
06:52:48 WIB aku memacu sepeda motor ku dengan kecepatan sekitar 100 km/jam
dengan alasan mengejar tanda tangan dosen yang harus pergi selama 2 bulan ke
luar negeri pada pukul 07:00:00 WIB, ini semua kulakukan demi BAB 4 skripsiku
yang telah kuselesaikan dalam sistem kebut sehari. Aku adalah mahasiswa tingkat
semester akhir yang diujung tanduk akan menerima drop out dari perkuliahan. Tepat
pada persimpangan jalan yang berjarak 2 Km dari kampusku, kucing hitam liar
melompat kearahku dari pinggir sebelah kiri tepi jalan, dengan kecepatan lompat
berkisar 10km/jam dan tinggi lompatan sekitar 3 kaki, aku akan menabrak kucing
hitam itu.
Tepat sebelum ku
menabrak kucing hitam itu, pandanganku fokus pada seorang wanita muda yang
berdiri tepat di sebelah kanan persimpangan jalan seolah menunggu saat yang
terbaik untuk menyebrang, namun tekad yang mengeras untuk menuju dosen yang
setia menungguku dikampus membuatku terus untuk melaju, ku arahkan sepeda
motorku miring sekitar 70 derajat kearah kanan, berharap menghindar dari
terjangan sang kucing hitam yang melompat dari arah kiri, waktu berjalan lambat
seolah adegan dalam film “The Matrix” ketika neo menghindar dari terjangan
peluru, dengan sangat percaya diri, aku mengontrol tuas rem depan, belakang.
Namun naas, dewi fortuna mengisyaratkan motorku agar menonaktifkan rem nya.
“Ah,
ada apa dengan rem nya.... kenapa tak berfungsi...”
ucapku dalam hati dengan
nada pucat nan gemetar.
Aku baru ingat, wanita
yang ada di sebelah kanan persimpangan jalan itu, kulihat tatapan matanya yang
menatap persis mataku yang terlindungi oleh kaca helm, dengan wajah polos nan
cantik jelita, rambut hitam panjang yang terurai.
“ Hei... Mingg.....”
sontak teriaku terpotong
dengan suara jantungku yang berdegup kencang pada pukul 06:53:01 WIB.
“Apa
aku akan membunuhnya? Jika saja aku diberi kesempatan memundurkan waktu.....
mungkin aku akan berkenalan dengannya, membuat dirinya tertawa dan bahagia....
kumohon” Dalam hati kuberkata.
Waktu seakan mundur, aku bisa melihat jelas sepeda
motorku yang berjalan mundur, wanita muda bergerak kearah yang berlawanan dari
sebelumnya. Akan tetapi aku melihat jelas kucingnya.
“Aaa....ada apa ini, kqkqkqkucing
hitam itu menatapku dalam-dalam, dan mememmelayang sambil merangkak ke arahku”
Pandanganku menjadi putih terang, sangat silau untuk
melihatnya, sampai – sampai kututup mataku. Ketika ku membuka mata, aku berada
di tengah jalan mengendarai sepeda motorku tepat pukul 06:30:00, tanpa adanya
gangguan dari kucing hitam itu, aku melaju dengan sekelibat melihat kearah
wanita itu untuk memastikan bahwa dirinya baik – baik saja di pinggir sebelah
kanan jalan persimpangan.
“Apa yang terjadi barusan itu..... apa ini namanya lorong
waktu?”
aku berfikir dengan keras
dan gemetar
Aku pelankan laju sepeda motorku, dan sampai dengan
selamat di kampus untuk meminta tanda tangan dosen pembimbing skripsiku
“Permisi pak, ini BAB 4 yang sudah saya kerjakan”
sambutku kepada sang
dosen.
“Heeehm,
tumben kamu gak telat, hehhhmmm apa ini, kamu ngerjakannya ngawur yo?” Sahut
dosen ku
“ng....gak
kok pak” ucapku dengan nada bodoh
“Kok
bisa datanya begini, pie to leee leee, kamu kan termasuk mahasiswa suhu disini,
kenapa gini aja gak bisa, heehm adik kelas kamu saja yang sudah ambil skripsi
sudah pada lancar kok, ini di ulang lagi, ini juga, ini juga” semprot ocehan
dosen itu ke arah muka ku.
Dengan
mencorat – coret lembaran skripsiku dengan pulpen merah, dadaku seakan tertusuk
tombak tiba-tiba.
“Nah
kamu tolong belajar ini dulu sama anak bimbingan saya yang dari jurusan lain,
soalnya kan saya tinggal keluar negeri selama 2 bulan, sebentar lagi orangnya
datang kok” ucap dosen itu
Seketika pintu ruang
jurusan pun terbuka dengan perlahan.
“ Pagi.... permisi pak” sambut wanita yang ditunggu dosen
tersebut.
“ Oh nak, gimana hasil penelitiannya yang kemarin? Sudah
selesai?” saut dosen itu.
“ Sudah pak, sudah saya kerjakan semuanya” saut wanita
tersebut.
“ Haaah wanita ini.... wanita ini yang tadi hampir kutabrak
kan?” dalam hati kukatakan dengan rasa kaget.
“
Oh iya, ini, mas nya ini bimbingan saya juga, dia masih bingung untuk
mengerjakan BAB 4 nya, mas nya topik skripsinya hampir sama kok dengan punyamu,
tapi ya beda sedikit, susahan punya kamu lah pokoknya, tolong dibantu ya nak
mas nya ini, soalnya saya selama 2 bulan ini mau pergi ke luar negeri” ucap
dosen itu dengan nada menaikan derajat sang wanita tersebut dihadapan ku.
“ Oh..... begitu pak.... iiya pak” jawab wanita itu.
Lalu dosen pembimbing itu pun pergi keluar dari ruangan
jurusan, disitulah pertamakalinya aku berkenalan dengan wanita berparas cantik
itu.
“eh.... tolong bantuannya ya buat ngerjain skripsiku”
“oh... i.iya mas” jawab wanita itu
“oh iya... nama aku Ghibran”
“iya mas nama aku Vita, senang bisa kenalan”
Karena waktu Vita longgar, ia pun mengajariku apa yang
harus diubah pada skripsiku, panjang lebar dia menjelaskan dengan senang hati
dan tak terasa sudah pukul 11:30:00 WIB. Karena ini hari jum’at, aku sebagai
muslim pun pamit untuk shalat jum’at, walaupun apa yang harus dibenahi pada
skripsiku pun belum usai, namun aku mempunyai kesempatan untuk melanjutkannya
bersama vita di hari esok.
Hari pun berganti, aku berjanji untuk bertemu Vita di
kampus dan tepat di tempat yang sama seperti kemarin, Vita pun membantuku untuk
menyelesaikan BAB 4 skripsiku, dari yang asalnya membingungkan menjadi lebih
mudah dipahami, aku pun tidak lupa untuk berbincang – bincang, dan bercanda ria
dengannya, aku menikmati pertemuan ku dengan Vita, dan bersyukur bahwa dia
masih hidup kala itu. hingga siang hari pukul 13:00:31
“eh Vit, kamu belum makan kan... karena kamu
udah bantuin aku kamu mau kan ku traktir”
“ wah boleh tuh mas Ghibran, akhirnya rampung juga
revisinya”
jawab Vita dengan senang
Ku ajak Vita makan di cafe terdekat, tepat dengan
persimpangan dimana aku hampir menabraknya, dan kubonceng dia dengan sepeda
motorku, dia pun menyadari bahwa dia pernah melihat hal yang ganjil dengan
sepeda motor ini di persimpangan, sesampainya di tempat makan, Vita pun
membicarakan hal yang ganjil tentang apa yang dialaminya kemarin.
“ Mas Ghibran, sepeda motor itu
punya mas ghibran kan?, atau mas ghibran pinjam temannya”
“Eh... sepeda motor itu punyaku asli, memang ada apa Vit”
“Berarti kemarin motor ini sempat
mau menabrak ku, tapi entah ada apa, sewaktu ku tutup mata, semuanya berubah,
kukira nyawaku sudah melayang saat itu, tapi sewaktu ku membuka mata, kulihat
jarak sepeda motornya denganku masih jauh.... apa benar mas Ghibran kemarin
hampir menabrak saya?”
Cerita dan pertanyaan Vita pun mampu membuat jantungku
berdegup kencang, aku hanya bisa terdiam sesaat, dan setelah kutenggak minuman,
baru aku bicara dengan sejujurnya.
“Iya.... benar Vit, aku hampir menabrakmu kemarin, atau
mungkin sudah terjadi, maaf aku benar benar minta maaf atas kejadian itu”
aku hanya bisa tertegun
sesaat
“a..ah, kenapa, apa yang membuat semua itu terjadi?”
tanya Vita kepadaku
“awalnya aku melaju dengan sepeda
motorku dengan kecepatan sekitar 100
km/jam, aku mengejar pak dosen yang hendak pergi keluar negeri, demi
tanda tangannya aku melakukan ini, terlebih lagi posisiku yang berada di ujung
tanduk di perkuliahan ini, namun saat di persimpangan jalan itu, tiba – tiba
muncul kucing hitam yang melompat melintang jalan menuju arah ku, aku
membelokan setir sepeda motorku untuk menghindarinya, namun naas, aku hilang
keseimbangan d..dan akkku menabrakmu, aku tahu persis saat itu aku jarak sepeda
motorku dan kamu hanya beberapa sentimeter”
jawab
ku
“a..apa yang kamu katakan, jika kamu
menabrak ku, maka aku sudah tak akan berada disini bersama mu, iya kan?......
mas Ghibran......Ghibran apa yang terjadi..... kenapa kamu diam Ghibran”
Vita
pun bertanya dengan penasaran dan panik
“kucing hitam itu...... tiba-tiba ia
menatapku, dan aku merasakan bahwa waktu disekitar pun ikut kembali, berputar
ke arah yang berlawanan.... a... aku pun sempat melihat jam tanganku yang
berputar berlawanan arah, dan terhenti pada pukul 06:30:00 WIB, kucing itu pun
menghampiriku dengan merangkak setengah melayang, terus menatapku dalam-dalam
dan......waktu pun berjalan normal kembali....akkku tak terasa jika menabrak
kucing hitam itu”
“a...apa.....
apa yang kamu katakan, apa sebenarnya aku sudah tidak ada disini......”
dengan nada yang panik, wajah
nan pucat, ia berdiri dari tempat duduknya.
Vita pun seolah tak percaya dengan cerita yang kupaparkan
padanya, sambil mengusap air matanya, Vita melihat kedua telapak tangannya yang
dia rasa tidak mungkin hal seperti itu terjadi. Tiba – tiba seolah kaget, dia
tak bisa membayangkan keberadaannya sekarang.
“a..ah dimana aku sekarang..... apa aku masih ada di
dunia ini”
Vita pun terlihat bingung
dan berlari keluar cafe dengan sedih
aku yang merasa bersalah tak mampu mengejarnya, bahkan
menatap matanya yang sedih pun aku tidak sanggup, aku pun memberanikan diri untuk
mendekatkan diri kepadanya. Dia berdiri tepat di pinggir jalan persimpangan
itu, untuk menunggu bus, bus pun sudah terlihat dari kejauhan pada pukul
14:30:00, aku segera berlari ke arahnya untuk meminta maaf dan berharap bisa
menenangkannya, dari jarak 2,5 meter darinya aku menghampirinya dan berteriak
memanggilnya.
“Vita..... Vita, tunggu aku Vita....
aku ingin minta maaf..... tolong Vita, dengarkan dulu sebentar”
Vita pun menengok ke arahku,
akan tetapi ia menyebrang jalan, seolah tak ingin aku mendekatinya.
Akan tetapi, aku sontak sangat terkejut ketika kucing
hitam itu muncul dan mencoba menyebrang dengan cara melompat, tepat berlawanan
arah dengan Vita, sesaat Vita pun kaget melihat kucing hitam melompat
kearahnya, ku lihat jam tangan ku yang ternyata menunjukan pukul 14:52:07.
“apa ini, w...waktunya ke...kenapa
bisa lebih cepat.... sekarang menjadi pukul 14:53:01”
Aku
pun terkejut melihat waktu yang berputar lebih cepat.
Aku yang berjarak sekitar 2,5 meter dari tempat Vita
berdiri seolah diam, dan beku, akan tetapi waktu disekeliling jalanan terasa
sangat cepat. Ku lihat Vita dengan wajah yang ketakutan berdiri tepat
menyebrang ditengah jalan tanpa tertabrak arus kendaraan yang begitu cepat
bergerak, hingga akhirnya kucing itu menapakan kakinya dan berlari menyebrangi
jalan, waktu kembali normal, akan tetapi, Vita yang berada di tengah jalan
bersiap untuk tertabrak sebuah mobil sedan yang melaju dengan sangat cepat.
“Vitaaaaaaaa......” aku berteriak dengan keras dan kaget
Seketika Vita terhempas
dari hantaman mobil sedan itu, pikiranku carut – marut, kaget sekaligus sedih
melihatnya.
“k...kucing itu, pasti kucing hitam itu
penyebabnya, jika saja kucing hitam itu tidak ada di depan vita, jika saja vita
tetapm duduk dengan ku di cafe itu, jika saja pembicaraan yang membingungkan
itu tidak ada, jika saja dia tidak bertanya tentang sepeda motorku, jika saja
sepeda motorku itu tak kubawa hari ini, jika saja skripsiku selesai kemarin,
jika saja dosen itu tak pergi buru – buru ke luar negeri, jika saja aku bisa
lebih cepat mengerjakan skripsiku, jika saja aku lebih cepat dalam
menyelesaikan perkuliahan ku......jika saja kucing itu........kucing hitam itu
tak ada pada saat itu..... aku tak akan mungkin memiliki kesempatan untuk
bertemu denganmu.... Vita......Jika saja kucning hitam itu tidak menghentikan
waktunya...... apakah bisa aku mengulang kejadian di pagi hari itu...........”
Sesaat setelah aku mengucap kata-kata penyesalan dan mengumpat
terhadap kucing hitam itu, pandanganku memutih terang, sangat silau sampai aku
memejamkan mata. Setelah ku buka mataku, perkataan ku terkabul, aku kembali
pada 07 Juli 2017 pukul 06:52:48 tepat sesaat sebelum insiden itu terjadi.
“aku kembali pada insiden ini..... tidak....selama ini
aku hanya berkhayal” Jawabku didalam hati.
“ah..... itu bukankah itu
Vita....baju yang dia kenakan sama miripnya saat insiden itu terjadi, kucing
itu juga.... benar ini adalah kesempatan terakhirku untuk merubah keadaan yang
lebih baik.....aku hanya bisa pasrah..... mungkin ini jalannya bagi orang
pemalas sepertiku....”
Demi merubah keadaan aku tetap melaju lurus kearah kucing
tersebut melompat, terus melaju tanpa henti dan hingga menabrak kucing hitam
itu. Sepeda motor yang kutumpangi kehilangan keseimbangan, lalu aku terpental jatuh terseret disepanjang jalan,
pandanganku kabur, aku pun kehilangan kesadaran.
“apa ini, apa ini akhir dari hidup,
semua gelap tak ada satu pun cahaya, ah...apa itu, s...sesuatu mendekatiku.....
melompat.......k...kucing hitam”
Kucing hitam itu terdiam di hadapanku dengan menatap
mataku dalam – dalam, aku heran dengan apa yang ingin dia sampaikan padaku, dia
hanya diam dan menatap mataku sangat lama, lebih dari puluhan kali aku
mengedipkan mataku, lantas ia pun pergi menjauhiku.
Akhirnya aku membuka mata, seketika tubuhkuku terasa amat
sakit semua, aku hanya bisa terkapar melihat langit – langit ruangan, yang mana
ruangan ini adalah rumah sakit.
“ah....anda sudah siuman, syukurlah”
suster itu segera menekan
tombol panggilan dokter
Tubuhku terluka, keluargaku menangis dengan haru tepat
disampingku, mereka sangat bersyukur, aku telah siuman, dokter menjelaskan
kepadaku bahwa aku tertidur sejak hampir tiga bulan yang lalu, itu berarti aku koma
selama itu. Pikiranku saling bercampur, aku bersyukur masih bisa hidup, tapi
aku juga memikirkan skripsiku sebagai syarat agar aku tidak mendapat surat drop
out, aku menjadi bingung seketika, terlebih lagi wajah Vita yang masih
terbayang dalam benakku. Seketika aku melihat wanita cantik itu di balik pintu
yang terbuka.
“permisi..... ah..... sudah sadar, syukurlah.........”
sambut Vita dengan nada
bahagia
“ eh nak Vita, sini duduk nak, ibu tinggal sebentar ya”
sahut ibuku
Aku yang masih terbata – bata saat berbicara ingin sekali
mengucapkan maaf kepadanya
“m...mmaf.....Vi...Vi..ta”
“mas ghibran......aku yang harusnya
minta maaf sama mas, aku melihat kejadian itu dengan jelas, sewaktu aku
menyebrang jalan pada siang hari itu, dan terbawa ke dunia antah brantah dimana
kita mengulang insiden hari jum’at itu....... aku sontak sangat kaget ketika
mas ghibran jatuh dari motor..... aku merasa bersalah” Vita menangis
dihadapanku dengan memegang erat tangan ku.
“mas Ghibran gak usah khawatir
skripsinya, aku sudah menjelaskan semua kejadian ini ke pak dosen kok, gak usah
khawatir juga, nanti aku bantu kerjakan”
Aku, sepertinya aku mendapat banyak sekali pelajaran dari
insiden ini, sial, aku berjanji akan selalu menjadi orang yang bertanggung
jawab penuh, membuang apa itu virus kemalasan yang menempel disetiap tubuh para
mahasiswa, aku merasa sedih sekarang, sial, aku meneteskan air mata.
Sekian.
mohon maaf bila ada salah kata dan sejenisnya, maklum, timbang bosen.
Komentar
Posting Komentar